Minggu, 31 Juli 2011

CONTOH CERPEN :OASE DIHATI IBU

Sejak dulu aku menunggu...
menunggu sebuah oase dihatimu..
menunggu sebuah kasih yang mungkin terlampau mahal untuk kau beri..
menunggu sejumput keikhlasan cinta bagi diriku sendiri

A
ku adalah anak sulung dari empat bersaudara, jarak kami pun hanya selang satu tahun saja, adik pertama dan keduaku perempuan dan yang terakhir laki-laki. Sejak kecil kami terbiasa membagi apapun bersama-sama, makanan atau pun barang, kami jarang bertengkar kalaupun ada mungkin segera dapat diselesaikan, kami sangat rukun, tapi aku merasa sungguh berbeda dengan saudara-saudaraku itu. Biasanya saudara kandung itu sangat mirip bukan? Tapi tidak dengan ku, adik pertama dan keduaku Sisy dan Titi adalah gadis yang amat cantik, wajah keduanya sangat mirip, kulit mereka pun putih merona, membuat semua orang silau bila memandang mereka berdua, tapi aku? Aku hanya anak perempuan berkulit gelap yang tidak pintar berdandan. Pernah suatu hari aku mendengar seorang tetangga berkata pada ibuku
“jeng.. Pury beda ya dengan adiknya, adiknya cantik tapi dia kok nggak ya?”
“ah.. iya tahu tuh ngikutin siapa”jawab ibu singkat
Hatiku bagai tersengat listrik ribuan watt, bagaimana mungkin ibu menjawab demikian sedangkan aku adalah anaknya. Ahh.. mungkin saja ibu hanya bergurau pikirku dalam hati. ibu memang seperti itu, selalu berkata ketus, tapi aku yakin ibu tidak bermaksud menjelekkan aku.
***
P
agi ini aku kesiangan, ibu tidak membangunkanku untuk kesekolah sedangkan semua adikku sudah duduk di meja makan. Aku bergegas mandi dan ketika aku sampai dimeja makan semua sudah berangkat, makanan di meja pun sudah dirapikan.
“Bu, kok udah diberesin sih?” tanyaku
“salah sendiri kenapa kesiangan?, sudah SMA kok masih kesiangan?”jawab ibu yang berlalu pergi.
Akhirnya pagi itu aku berangkat kesekolah dengan perut kosong, aku paham memang sudah peraturan dirumah kalau waktunya makan harus makan bila terlambat maka tidak dapat jatah makan. Tapi masa sih ibu setega ini sama aku? Sedangkan waktu Ilham terlambat sarapan saja ibu tetap memberi dia makan dengan membawakannya bekal. Ahh.. ibu tidak adil.
Ini bukan hanya terjadi sekali ini saja tapi sudah berkali-kali, ibu memang memperlakukanku dengan berbeda sejak dulu, waktu SD ibu tidak pernah mengantar atau menjemputku sedangkan ketiga adikku diantar dan di jemput olehnya, aku malah di antar dan di jemput oleh supir, saat beliau sedang makan ia menyuapi makanan ke mulut Sisy, ketika aku meminta perlakuan yang sama ibu malah menyuruhku untuk mengambil sendiri. Saat hari ulang tahun kami, semua dijahitkan baju baru oleh ibu, sedangkan aku hanya di berinya uang untuk membelinya sendiri. Belum lagi ketika acara sekolah yang melibatkan orang tua murid, saat itu ibu diminta untuk datang tapi ibu malah menyuruh Bi Sumi untuk menggantikannya karena ia harus kesekolah Titi.
Adil..aku tak penah menerima kata adil itu dalam hidupku, tidak darinya tidak juga dari siapapun.
***
D
etik-detik pengumuman ujian telah di tentukan, aku sangat takut sekali akan hasilnya. Aku ingin membuktikan pada ibu bahwa aku bisa menjadi anak kebanggaanya. Hari ini ayah yang mengambil hasilnya kesekolah, karena ibu ada urusan di sekolah Ilham. Aku menunggu dirumah dengan cemas, tapi ayah belum pulang juga. Beberapa menit kemudian ibu pulang bersama Ilham, ibu mengatakan bahwa nilai rapot Ilham benar-benar bagus makanya ia lulus di SMPnya dengan nilai terbaik. Selang beberapa waktu Kemudian ayah pulang dengan wajah sendu. aku buru-buru bertanya mengenai hasil ujianku.
“Yah, gimana hasilnya, Pury luluskan?”
Ayah hanya diam, ibu langsung merebut kertas yang di pegang ayah. ibu membacanya dan diam lalu pergi sambil membuang kertas itu di lantai. aku bingung lalu tiba-tiba ayah bersorak
“LULUS..kamu lulus sayang, dengan nilai ujian tertinggi disekolah”
Aku lulus, menjadi yang terbaik pula, lalu kenapa ibu bersikap seperti itu? Bukankah beliau seharusnya mengucapkan selamat kepadaku, menciumku, dan memelukku seperti yang dilakukannya pada Ilham. ibu kenapa begitu? ayah menghampiriku dan mencium pipiku sambil mengatakan “ selamat ya sayang, Pury lulus dengan nilai terbaik, Pury mau hadiah apa dari ayah? Ayah akan berikan semua yang Pury inginkan”

ayah, hadiah yang ku inginkan hanyalah ibu mau memelukku, hanya itu

Andai aku bisa mengatakan itu pada ayah, meskipun ibu tidak memelukku tapi aku telah mendapat pelukan hangat dari ayah dan ketiga adikku, itu sudah cukup Allah.
***
L
ulus SMA aku tidak kuliah, aku memutuskan untuk bekerja, meski ayah berulang kali menanyakan alasan kenapa aku tidak mau kuliah aku hanya menjawab simpel saja “ Pury mau kerja dulu ayah, Pury akan kuliah pakai uang Pury sendiri”.  Sebenarnya bukan karena alasan itu, tapi karena aku tidak mau merepotkan ayah dan ibu lagi, terlebih lagi aku mendengar keluhan ibu kepada ayah yang merasa lelah harus mengurus aku, saat itu ibu mengusulkan agar aku dikuliahkan diluar kota saja biar tidak selalu di rumah. Selama sebulan aku menjadi pengangguran dirumah, dan selama itu pula ibu mengoceh tiada henti.
“ kuliah nggak mau, sampai sekarang belum kerja juga, mau jadi apa lulusan SMA? Dari kemarin Cuma melototin koran saja”
ibu selalu seperti itu, berkata dengan ketusnya, aku sempat berpikir apa aku ini bukan anaknya? Apa aku salah? Aku kesal pada ibu, aku tersinggung, bukankah seharusnya beliau menyemangatiku? Memberikanku dorongan untuk maju? Tapi aku malah menerima perlakuan sebaliknya. Setiap aku sedih aku selalu kerumah mbah putri, ibu kandung ayah, aku selalu mendapat kasih sayang yang lebih darinya, Aku berkata pada mbah putri “ ibu tidak sayang aku mbah, ibu lebih sayang sama anaknya yang lain”
mbah putri selalu mengelus rambutku dan menidurkanku di pangkuannya sambil bercerita lirih dengan kalimat-kalimat yang menyangga perkataanku tadi, aku seperti seorang anak kecil dihadapannya.

 Andai saja cinta seperti ini bisa ku dapatkan dalam dirimu Bu..
***
A
ku diterima bekerja sebagai karyawan disebuah produk makanan di jakarta, aku pun mengatakan pada ayah. Tapi ayah melarangku untuk bekerja disana.
”jakarta? kamu ingin tinggal di jakarta dan kerja disana?, kenapa nggak yang di jogja aja sih sayang, disini kan juga banyak kerjaan?” ucap ayah
Aku mengerti dengan pasti bahwa sesungguhnya ayah tidak mau aku jauh darinya tapi aku ingin pergi jauh dan mengurangi beban ibu untuk merawatku.
“biarlah Pury pergi, biar dia mandiri, kalau kamu takut biar Pury tinggal bersama kakak ku disana”ucap ibu menyanggah

Bu..kau ingin aku pergi karena tidak mau aku bersamamu kan bu? Karena aku selalu merepotkanmu dan membuatmu marah kan bu?

Hhhh.. jahat sekali aku berpikir seperti itu tentang ibu, mungkin ibu memang hanya ingin aku mandiri saja. Di ujung hatinya pasti tidak rela aku pergi.
***
lima tahun kemudian
“kapan kamu siap? Kenapa kamu nggak kenalin aku ke orang tuamu?” kata Rahman
Lelaki jangkung itu menatapku terus menerus, menunggu jawabanku yang masih sibuk menghabiskan  jus mangga.
“Pury..jawab aku?”tambahnya lagi
“Man,aku bingung, aku pergi ke jakarta untuk bekerja dan kuliah, dan aku malah bertemu denganmu, kuliah saja belum ku mulai dan bagaimana mungkin aku mengatakan bahwa aku mau menikah?”
“sekarang terserah kamu, aku nggak akan maksa, kamu pikirkan lagi, menikah denganku, atau terus kerja rodi seperti ini” ucapnya yang berlalu pergi meninggalkan aku di meja cafe sendiri.
Rahman memang baik, aku bertemu dengannnya di cafe ini, dua tahun yang lalu, dia adalah seorang pengusaha tanaman di daerah bogor, selama aku berada di jakarta aku bekerja di berbagai tempat, itu semua demi mengumpulkan uang untuk kuliah, pagi aku bekerja di toko roti, siang aku di cafe ini dan malam aku bekerja membuat sulaman dari rumah tetangga. Selama ini aku belum pulang ke jogja paling hanya menelepon saja, untungnya ayah mengerti, ayah bilang ia dan semuanya merindukanku, aku percaya bahwa ayah, mbah putri dan adikku merindukanku tapi apa ibu juga? Ah ibu.. sudah lama aku tak mendengar suaramu.

Haruskah aku menikah? Meninggalkan semua tujuanku selama ini?
***
H
ari ini aku kembali ke jogja bersama Rahman, ya.. aku telah memutuskan untuk menikah dengannya, entah apa nanti yang akan dikatakan ibu, aku sudah tidak perduli, aku berhak memilih kebahagiaanku sendiri. Sebenarnya aku memilih melakukan ini karena suatu hal, suatu hal yang membelokanku kepada sebuah takdir yang tidak dapat aku prediksi, aku menderita penyakit kronis, tepatnya penyakit ginjal, dokter Reza bilang aku harus selalu cuci darah dua minggu sekali dan itu semua dengan biaya yang tidak sedikit. Selama ini aku membiayai cuci darahku sendiri, orang tuaku pun tidak tahu, aku menyembunyikannya dari keluargaku. Aku sudah menyembunyikan ini selama 3 tahun, Tadinya aku juga menyembunyikanya dari Rahman tapi ternyata waktu pun memperlihatkan sendiri padanya, ia melihatku jatuh pingsan di depan apotik saat akan membeli obat, saat itu ia tidak bertanya apapun perihal kenapa aku pingsan, dan untuk apa aku membeli obat, rupanya ia mencari tahunya sendiri dari obat yang ku beli. Ia tahu dengan pasti penyakitku, tapi ia tetap mau menikahiku, ya Rahman telalu baik untukku, dulu ku pikir bagaimana mungkin seorang gadis berpenyakit yang hidupnya di tentukan oleh selang darah masih bisa membayangkan pernikahan? Tapi Rahman meyakinkanku satu hal bahwa tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tidak ada alasan untuk menikahiku selain seperangkat cinta yang di junjungnya, aku pun luluh menerimanya, karena aku merasa bahwa aku harus memilih takdirku sendiri.
“katanya mau kuliah pakai uang sendiri, pergi nggak pulang-pulang, datang hanya bilang mau menikah, lihat adik-adikmu, Sisy sukses dengan program gurunya, Titi sukses dengan pilihanya sebagai perawat, dan Ilham memilih arsitektur” ibu terus berceloteh meskipun ada Rahman disana.
Yang ku pikirkan bukan apa yang akan dikatakan ibu selanjutnya tapi apa yang akan dikatakan Rahman melihat ibu yang terus menerus memarahiku, membandingkanku dengan ketiga anaknya, mengolok-olokku dengan berbagai hal yang membuat panas hati dan telinga.

Bu sesungguhnya aku sangat membencimu
Membenci tabiatmu yang seperti batu
Membenci semua hal yang keluar dari mulutmu
Karena tak pernah kutemukan rayuan disana
Adab kebanggaan pun seakan sirna
Bagai menebar puluhan duri disetiap kata

Rupanya kekhawatiranku tak berwujud rahman tidak mempermasalahkan tentang ibu, ia malah meyakinkanku bahwa semua akan berjalan sesuai rencana. Rahman kau sungguh baik, tapi apakah ini benar? Membiarkanmu menikahi perempuan berpenyakit yang tak tahu berapa lama lagi hidupnya, tapi kau selalu mengatakan bahwa cintamu tidak pernah pupus oleh waktu, oleh badai, oleh apapun yang menerjang, sesungguhnya yang ku takutkan adalah aku yang hanya akan memberimu kesusahan dan luka saja bila hidup bersamaku.

Hanya cinta yang bisa ku beri
Aku akan menutup kekurangan dihidupmu
Kasih sayang yang tak pernah disuguhkan oleh ibumu

Begitulah kau berjanji padaku, hingga aku mempercayakan hidupku padamu, hingga semua itu terbukti, seseorang yang selalu memenuhi janjinya, membawaku berobat setiap 2 minggu, menggendongku dalam pelukmu ketika kau temukan aku bersimbah darah dihadapanmu, kau tidak pernah jijik padaku, kau selalu memberi yang terbaik, kau tidak pernah mengeluh sekalipun, hingga malam hari ku dengar tangismu pecah bersama keheningan malam, memohon pada yang kuasa tentang hidupku yang tinggal menghitung hari, tentang ibuku yang tak pernah mau menjengukku, tapi kau menutupinya kau bilang” ibu tidak datang karena ku bilang kau sakit demam saja”aku memang tak pernah mengijinkanmu mengatakan apapun tentang penyakitku, tidak pada keluargaku atau siapapun. Hingga semua pintu itu terbuka dengan sendirinya. Saat itu Titi datang berkunjung ia menginap dirumah kami, saat itu penyakitku kambuh karena aku memakan makanan yang di bawa Titi, padahal dokter sudah melarang makan-makanan berbaur garam termasuk oseng-oseng kulit melinjo kesukaanku. Ia melihatku dengan jeli.
“mbak sakit?, kok mbak pucat?”tanyanya mendekat
“nggak kok mbak baik-baik aja”
“aku memang tidak dapat menyembunyikan ekspresiku saat itu terlebih lagi dihadapan seorang perawat seperti dirinya, ia pun menarik tanganku dan menggulung kaus panjang yang kukenakan. Ia melihatnya, bekas tusukan jarum suntik di semua tanganku.
“mbak cuci darah? Sejak kapan? Kok mbak nggak bilang? Kenapa mbak sembunyikan ini?”
Aku tidak dapat berkata apa-apa, aku hanya meringis, menahan sakit disekujur tubuhku, tiba-tiba semuanya gelap dan Aku pun tidak sadarkan diri.
***
A
ku telah sadar kembali, dengan puluhan selang diseluruh tubuhku, cairan-cairan itu bertukar tempat, berlari menuju jalur-jalur muaranya. Kulihat sesosok wanita menangis dihadapanku, memanggil namaku, ia terus menerus memanggilku bersama suara-suara lain disekelilingnya. Ibu.. ya ibu.., ibu datang menjengukku di rumah sakit, disaat kondisiku tidak dapat ku prediksi kembali, ibu.. aku ingin memanggilnya, memberitahunya bahwa aku sakit, memberitahunya bahwa sakit ini begitu sakit, memberi tahunya bahwa aku menyayanginya, aku ingin mengatakan bahwa  aku senang ia datang, memberitahunya bahwa aku ingin ia memelukku, tapi aku tidak mampu, mulutku tertutup tabung oksigen, tanganku dijerat oleh selang-selang plastik yang membuatku tak mampu menggapainya, ini seperti mimpi, ibu memelukku ia seperti mendengar semua yang ingin kukatakan, ia mendekapku lama sekali, air matanya jatuh dipipiku, entah apa yang ibu katakan aku tak bisa mendengarnya yang pasti dalam pelukmu aku akan pergi dengan bahagia Bu, pelukanmu bagai oase yang menyejukkan tubuhku. Aku tidak menyesal dilahirkan kedunia ini. Aku sangat berterimakasih karena Allah memberiku ibu seperti dirimu, aku tahu sesungguhnya kau sangat menyayangiku.

Aku telah tertidur lama
Tertidur dalam rahimmu
Kini aku akan tidur kembali dalam waktu yang sangat lama dalam oase dihatimu
Dalam kesejukan dekapan itu
***
EPILOG
D
i depan tanah merah hari itu, ia berada pada pembaringannya, pada jasad yang telah bersemayam dalam dasar bumi. Pada kerinduan kasih yang tak terlampiaskan sama sekali. Ia anakku. Anak pertamaku. Anak yang tak sempat ku sayangi. Karena kesalahanku sendiri, melihat wajahnya, mengingatkanku pada para pemerkosa yang biadab itu, yang membuatku membencinya. Ia memang tidak salah, ia tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia. Tapi aku telah menyia-nyiakannya. Maafkan aku anakku. Sesungguhnya aku sangat menyayangimu.
***
END
My inspiration is my aunty (Alm. Purwanti)
Sumber:cerpen ini adalah karya saya sendiri yang diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen "Kata Anak Muda" di UNINDRA PGRI

CERPEN

Cerpen atau karangan pendek merupakan sebuah karya sastra yang berbentuk prosa dan habis di baca sekali duduk.
Cerpen memiliki dua unsure dalam ceritanya yaitu:
1.      Unsur intrinsic
Unsure yang membangun karya sastra itu dari dalam .unsur intrinsic ada beberapa bagian yaitu:
a.       Tema : pokok yang mendasari sebuah cerita
b.      Plot : alur cerita tersebut baik maju,mundur atau campuran.
c.       Tokoh : orang yang ada dalam cerita tersebut baik protagonist,antagonis,tritagonis dan watak para tokoh tersebut.
d.      Latar :tempat terjadinya peristiwa tersebut.
e.       Amanat : Pesan yang ingin disampaikn oleh pengarang.
2.      Unsur ekstrinsik
Unsur yang membangun karya sastra itu dari luar.
a.       Nilai pendidikan
b.      Nilai religious
c.       Nilai social
d.      Nilai budaya
e.       Nilai moral

CONTOH CERPEN LIHAT DISINI

DAFTAR PUSTAKA

Apakah daftar pustaka itu? Daftar pustaka adalah Daftar dari sumber tulisan untuk menyusun sebuah karya ilmiah,baik berasal dari buku,Koran ,majalah,ataupun website.

CARA MENYUSUN DAFTAR PUSTAKA

1.      Susunan daftar pustaka dari buku:
Nama pengarang (nama penulis dibalik)
Tahun terbit
Judul buku
Tempat terbit
Nama penerbit
Contoh: Keraf,Gorys.1993.komposisi.flores:Nusa Indah.
            Keraf,Gorys,Herman Setiawan,Hadi Syahputra.1993.komposisi.flores:NusaIndah.
            Keraf,Gorys,Herman setiawan.dkk.1993.komposisi.flores:Nusa Indah.
2.      Susunan daftar pustaka dari Koran
Nama pengarang
Judul karangan
Nama surat kabar
Tanggal dan bulan
Tahun
Nomor halaman
Contoh: sapari,Gunoto.”nuansa Indonesia”,kompas,17 juni,2009,hal.10.
3.      Susunan daftar pustaka dari majalah
Nama pengarang
Judul karangan
Nama majalah
Nomor jilid dan halaman
Bulan
Tahun
Contoh :Hasyim,Muhamad.”system fonem”media sastra,2:15-17,oktober,2007.

LATIHAN
A.     SUMBER DARI BUKU

nomor
Judul buku
penulis
penerbit
Tempat terbit
Tahun terbit
1
Bahasa indonesia
JS.Badudu
Pustaka prima
Bandung
1984
2
Pengarang Indonesia dan dunia
H.B.Yasin
Gramedia
Jakarta
1983
3
Kamus sinonim
Harimurti kridalaksana
Nusa indah
Flores
1975
4
Pembinaan kemampuan berbicara
Maidar G arsjad dan mukti US
Erlangga
Jakarta
1988
5
Kalimat efektif
Abdul razak
Gramedia
Jakarta
1985
6
Kamus umum bahsa indonesia
W.J.Purwadarminta
Balai pustaka
Jakarta
1990




B.     SUMBER DARI MAJALAH
Nama pengarang: ari chandra
Nama   majalah            : kartini
Judul artikel     : mencetak generasi ilmu
Nomor             : 25
Tahun              :2007
Halaman          : 30-35
C.     SUMBER DARI KORAN
Nama pengarang:hendra kurniawan
Nama surat kabar         :republika
Judul artikel     :pendidikan karakter di era globlisasi
Hari/tanggal     :sabtu,17 februari 2008
Halaman          :12

Frase, Klausa, Kalimat, Konjungsi

A.       Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a.       Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b.       Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu        terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A.       Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1.       Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya:       kakek-nenek                         pembinaan dan pengembangan
                laki bini                                  belajar atau bekerja
2.       Frase endosentrik  yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya:       perjalanan panjang
                hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.       Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B.       Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
                        Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
                        Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
C.      Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1.       Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
                Misalnya: baju baru, rumah sakit
2.       Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
                Misalnya: akan berlayar
3.       Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
                Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4.       Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
                Misalnya: tadi pagi, besok sore
5.       Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai               aksinnya.
                Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D.      Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1.       Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2.       Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.


B.             Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.       Berdasarkan unsur intinya
2.       Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3.       Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat

C.       Kalimat
a.       Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
                Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b.       Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
·         Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
·         Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
·         Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
·         Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

D.       Jenis Kalimat
1.       Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.


Kalimat Tunggal
Susunan Pola Kalimat
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci.
S-P
S-P-O
S-P-O-K


2.       Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a.       Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya:       Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b.       Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya:       Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
                    Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1)       Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a.       Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.
        Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b.       Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
                        Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c.        Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
                        Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2)       Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya:       Diakuinya  hal itu
                                P             S
                        Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
                                            anak kalimat pengganti subjek
b.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya:       Katanya begitu
                        Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
                                                anak kalimat pengganti predikat
c.              Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya:       Mereka sudah mengetahui hal itu.
                                S             P                             O
                        Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
                                                                                anak kalimat pengganti objek
d.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya:       Ayah pulang malam hari
                            S        P             K
Ayah pulang ketika kami makan malam
                        anak kalimat pengganti keterangan
3)     Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
                        Ketika ia duduk minum-minum
                                                                                pola atasan
                                                        datang seorang pemuda berpakaian bagus
                                                                                pola bawahan I
                                                        datang menggunakan kendaraan roda empat
                                                                                pola bawahan II
                                                                                 
3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a.       Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1)       Hanya terdiri atas dua kata
2)       Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3)       Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
4)       Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya..
b.       Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c.        Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat  Inti, Luas, dan Transformasi
a.       Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b.       Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c.        Kalimat transformasi. Contoh:
i)         Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii)       Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii)      Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv)      Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a.       Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh:          Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
Kiki pergi ke Bandung.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.
b.       Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat. 
    Contoh:          Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Jelas      : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat  : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat      : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat
1.       kontaminasi= merancukan 2 struktur benar  1 struktur salah
contoh:
-         diperlebar, dilebarkan  diperlebarkan (salah)
-         memperkuat, menguatkan  memperkuatkan (salah)
-         sangat baik, baik sekali  sangat baik sekali (salah)
-         saling memukul, pukul-memukul  saling pukul-memukul (salah)
-         Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni  Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2.       pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
-         para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
-         para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
-         banyak siswa-siswa (banyak siswa)
-         saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)
-         agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
-         disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
3.       tidak memiliki subjek
contoh:
-         Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
-         Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??
-         Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4.       adanya kata depan yang tidak perlu
-         Perkembangan  daripada teknologi informasi sangat pesat.
-         Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
-         Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
5.       salah nalar
-         waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)
-         Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
-         Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
-         Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
-         Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
-         Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
-         Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
6.       kesalahan pembentukan  kata
-         mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
-         menyetop seharusnya menstop
-         mensoal seharusnya menyoal
-         ilmiawan seharusnya ilmuwan
-         sejarawan seharusnya ahli sejarah

7.       pengaruh bahasa asing
-         Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)
-         Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
-         Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8.       pengaruh bahasa daerah
-         … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
-         … oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
-         Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
.
E.       Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1.        Konjungsi antarklausa
a.       Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.
b.       Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2.        Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3.       Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.



sumber: Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.